Kriteria Memilih Sekolah Pertama Anak


Bismillah...

Menyempatkan diri untuk buat catatan sekolah ini mumpung excited BTS week masih terasa. Momennya sudah banyak dituangkan dalam instagram pribadi Kin, tapi aku ingin merangkum dengan lengkap perjalanan Kin masuk ke sekolah ini. Maklum anak pertama yang pertama sekali sekolah. Disclaimer! artikel ini mengandung value pribadi dan prinsip pengasuhanku sehingga pasti jelas sekali pro-kontra antar sekolah yang dibandingkan. Be wise on your read please 🙏🏾.

Perkenalanku dengan Sekolah Alam

Tanggal 15 Juli 2024, Kin resmi menjadi murid TK-B Sekolah Alam Cendekia. Nggak menyangka doa yang aku gaungkan bahkan jauh sebelum menikah Allah kabulkan. Saat bekerja dulu, nggak jauh dari area kosanku ada Sekolah Alam Bogor (SABo), kebetulan keponakan teman sekantorku ada yang sekolah di SABo. Dari cerita-ceritanya aku langsung jatuh cinta sama konsep sekolahnya, cuma agak jiper sama biaya sekolahnya (wkwkwk, gataunya sekarang saat melihat biaya di sekolah lain, sekolah alam masih masuk akal menurutku). Sempat juga memberanikan diri mengirimkan CV untuk bisa bekerja sebagai guru atau administrator di sana supaya bisa merasakan vibe dan bisa punya koneksi biar kelak anakku lebih mudah sekolah disitu (jauh ya planningnya 🫢)

Seiring berjalan waktu, niat tersebut terlupakan bersama kenyataan kalau aku nggak diterima bekerja di sekolah tersebut. Lalu jaman Kin balita, mulai ngobrol sama tanteku tentang sekolah anak. Tante berpesan untuk memberikan sekolah yang memiliki penanaman akidah dan akhlak yang baik untuk pondasi anak (kedua anak tante SD di SDIT btw). "Nggak papa SMP atau SMA di sekolah negeri, yang penting basic TK dan SDnya harus kuat dan bagus" kata Tante. Aku mengamininya, karena untuk menjadi pohon tinggi yang kokoh, akar memang harus kuat. Apa-apa yang anak terima dari lahir sampai baligh, harus menjadi akar yang kuat untuknya menjalani masa dewasa. Terutama dari sisi agama pastinya.

Kurikulum Berbasis Al-quran

Kelas online dengan Teh Nca dan Kang Zaqi

Dalam perjalanan membersamai Kin, masalah makan dan pencernaannya membawaku dalam perjalanan belajar healing secara holistic. Dari situ aku paham pembagian umur anak laki-laki per 8 tahun dan anak perempuan per 7 tahun. Dari situ pula aku mengetahui layer tubuh mana sih yang butuh distimulasi sesuai umurnya. Kemudian aku bertemu dengan Teh Nca dan Kang Zaqi di kelas online Bubby pada Februari 2022 (umur Kin saat itu baru 4 tahun) yang memberikanku insight tentang pendidikan seperti apa sih yang seharusnya kita berikan kepada anak based on Alquran. Teh Nca dan Kang Zaqi adalah pemilik White Bee School of Life di Bandung yang konsep sekolahnya Fitrah Based Education. Tentu aku nggak mungkin menyekolahkan Kin disana, berhubung jauh sekali jarak Bogor-Bandung. Sementara untuk mengambil kelas online, aku merasa baik aku maupun Kin nggak akan kondusif dalam prosesnya (sudah pernah mencoba Alkindi Online Preschool).

Modul Kelas Online Alkindi

Setelah kelas itu, aku langsung punya gambaran terkait pendidikan seperti apa yang akan aku usahakan untuk Kin. Sejujurnya aku nggak terlalu rajin ikut kelas atau mencari tahu tentang pendidikan anak. Bukan tipikal ibu yang survey ke berbagai sekolah, nanya ke teman-teman atau berselancar di dunia maya untuk kepoin sekolah di sekitar rumah. Fokus utamaku selalu terkait kesehatan mengingat perkembangan anak di tujuh/delapan tahun pertama adalah tentang fitrah/iman dan perkembangan fisik. Jadi aku lebih sering ikut kelas yang berhubungan dengan kesehatan dan tumbuh kembang anak. Tapi begitulah Allah, tetap saja sang maha kuasa menunjukkan jalan terbaikNya untuk pendidikan Kin. Allah sendiri yang pilihkan, mantapkan hati Ayah-Ibunya Kin tanpa perlu ada banyak opsi sekolah yang harus dipilih.

Ikut Open House SAC

Sampai pertengahan 2023, tujuan TK Kin adalah sekolah TK dekat rumah yang konsepnya semi outdoor jadi kelasnya terbuka gitu. Belum sempat survey (dan nggak ada niat survey 😅), hanya cari informasi dari tetangga yang anaknya sudah sekolah di situ. Yang pasti, aku nggak mau memberikan sekolah dengan kelas tertutup untuk Kin yang aku paham betul bukan tipe anak yang mau duduk diam anteng di dalam kelas. Aku nggak mau masa-masa perkembangan sensori motoriknya terhambat karena akses bergerak yang terbatas. Tujuannya agar dewasa nanti semua kebutuhan bergerak tersebut sudah terpenuhi sehingga dia akan menjadi pribadi yang wise, kalem, nggak caper ataupun baperan.

Pada suatu hari saat sedang bertugas menjadi volunteer bank sampah, aku ngobrol sama tetangga lalu dia memberikan info terkait sekolah alam di daerah sini. Aku inget banget beliau ngomong "coba deh kepoin sekolah alam cendekia Ndes, aku rasa itu cocok untuk kamu sama Kin". Thank you banget ya Mba 🫶. Aku langsung tertarik, mengingat Kin kalau ngaji aja kerjaannya tawaf muter di dalam mesjid. Duduk diamnya hanya pas ngaji aja. Kulanjut kepoin instagram sekolahnya, eh kebetulan akan Open House. Cus daftar dan ikut Open Housenya di tanggal 4 November 2023.

Saat ikut open house ini aku excited. Saat mendengarkan presentasi kurikulum yang ditawarkan serta fasilitas anak untuk mengakses alam dengan bebas, aku langsung bergumam "ini sekolah yang aku cari". Sudah pasti Kin mah happy, nangis nggak mau pulang, apalagi sekolah ini punya kolam ikan, makin terpesona dia😅.

Kin saat Open House

Next aku mengajukanlah perihal sekolah ini ke Bapak Suami. Alhamdulillah dibolehin ambil formulir. Dengan semangat aku berangkat ambil formulir dan kita bertiga mengikuti prosesi seleksi pendaftaran. Alhamdulillah Ayah acc Kin sekolah TK disitu dan Kin juga diterima. Tapi aku masih sedih karena suami masih keukeuh Kin SD di SD negeri. Dengan tidak bermaksud mengecilkan sekolah negeri (aku dan suami pun lulusan SDN kok), tapi aku pengen memberikan better experience untuk Kin dalam perkara sekolah. Kami orangtuanya nggak bisa mewariskan harta ataupun jabatan untuk Kin, tapi kami bisa mengusahakan sekolah terbaik yang kami mampu untuk bekal hidupnya kelak. Beberapa kontra yang kurasakan terhadap sekolah negeri itu :

  1. Kurikulumnya agak nggak wajar. Melihat materi dan soal-soal anak kelas 1-2 SD itu agak diluar nurul menurutku. 
  2. Kegiatan sekolah yang monoton. Datang, masuk kelas, belajar, pulang. Fitrah dasar anak untuk bergerak bebas, mencoba berbagai kegiatan dan kontak dengan alam kurang difasilitasi.
  3. Jajanan penuh pemanis, perasa, pengawet, pewarna dan micin bertaburan bebas tak terkontrol di depan sekolah. Cape banget nanti ku harus bertarung melarang Kin jajan ini itu (sementara teman sekolahnya bisa bebas jajan). Nggak lucu dong di rumah ditanamkan pola makan sehat, nyampe luar dapat asupan sampah. Nggak sanggup juga menghadapi Kin yang akan sering sakit karena paparan jajanan seperti itu. Beda cerita kalau nanti anaknya sudah SMP, minimal sudah bisa memahami larangan ibunya (dengan harapan sudah terbiasa juga).
  4. Kurikulum adab. Nggak seperti SDIT atau sekolah Kin, SDN biasanya nggak fokus dalam menanamkan adab dalam keseharian anak. Paling salam sama guru dan berdoa pagi-pulang sekolah. 
Mohon jangan dijumroh ya pertimbanganku. Nggak papa banget kok sekolah di SDN jika itu pilihanmu. Pilihanku ini based on pengalamanku sekolah di SDN. Maka aku mengusahakan Kin untuk mengalami momen yang lebih baik dariku. Lalu kemarin suami nanya tentang SD di sekolah Kin dan bilang Kin boleh lanjut SD disitu. Aku langsung berkaca-kaca bahagia sekali ya Allah Alhamdulillah. Nggak sia-sia tiap sholat berdoa agar Kin mendapatkan sekolah sesuai fitrah tumbuh kembangnya. Nggak cuma fokus ke akademik, tapi juga membangun mental, daya tahan, inisiatif, kemandirian, rasa percaya diri, keinginan mencoba hal baru, kemampuan wirausaha dan banyak lagi untuk bekal dewasanya kelak. 

Apa sih Sekolah Alam itu?

Holistic Curriculum

Sekolah Alam ini punya Holistic Curriculum yang mana merupakan perpaduan kurikulum Diknas dan kurikulum Sekolah Alam. Anak akan mendapatkan NISN di sekolah Kin. Sekolah Alam Kin khusus untuk yang beragama Islam sehingga menurutku mirip dengan SDIT tapi pelajarannya nggak seberat SDIT yang persentase pelajaran agamanya cukup besar. Poin yang aku suka dari sekolah alam adalah :


  1. Basic skill. Seperti mencuci piring, memasak, dan pekerjaan basic lainnya yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Nggak pandang laki-laki atau perempuan, semua anak harus bisa. Ini penting, karena saat berumah tangga nanti, laki-laki harus paham pekerjaan rumah itu bukan tugas perempuan tapi tugas bersama.
  2. Life skill. Pelajaran how to survive in life. Ngeh nggak sih jaman sekarang kalau ngandelin akademis doang sulit survive, mesti harus punya nilai plus. Lulusan S1 dan S2 bertebaran seperti kacang goreng dan nggak sedikit yang sulit memiliki pekerjaan yang layak.
  3. Stimulasi motorik kasar dan halus. Terutama anak TK ya, umur mereka itu adalah umur stimulasi. Masa-masa menyambungkan syaraf di otak dan di seluruh tubuh. Jika masa ini terlewatkan, there is no second chance. Inilah pentingnya siap menjadi orangtua, kita bukan cuma dituntut mampu membiayai anak tapi juga mampu membaca kebutuhan anak di setiap tumbuh kembangnya. Gurunya Kin itu kalau Kin pulang sekolah akan ngomong "Sampai jumpa besok. Besok kita main lagi ya". Because.. Everyday is holiday, everyday is adventure. Untuk usia preschool, cara belajar itu ya dengan bermain.
  4. Day camp. Kembali ke alam adalah healing tools bagi kami ayah dan ibunya Kin. Terasa banget nikmatnya back to nature itu. Jadi memberikan momen itu kepada Kin bersama teman-temannya lalu mereka sholat bersama beratapkan langit pasti seru sekaliiii.
  5. Adab. Salah satu contoh yang aku notice selama seminggu menemani Kin adalah anak tidak hanya diajarkan menghormati guru tapi juga sebaliknya. Jadi kalau salaman sama Ibu/Bapak guru, anak cium tangan Ibu/Bapak guru lalu gantian Ibu/Bapak guru mencium tangan anak. Melting liatnya, bagaimana anak sebagai manusia dihargai tanpa pandang usia. Sementara di sekolah konvensional tuh kita dituntut patuh sama guru, menghargai guru, blablabla sementara sebaliknya belum tentu. Ini akan menjadi bekal tumbuhnya rasa percaya diri anak karena merasa dihargai sedari dini.

Tumbuh kembang anak itu bertahap, bukan ujug-ujug masalah akademik. Jika pilar tahapan dari awal nggak kokoh, bisa saja kelak dia oke secara akademik tapi secara psikologis bermasalah. Sering toh kita bertemu manusia dewasa yang brilliant otaknya tapi minus kelakuannya.


Porsi 80% nya ini dimatangkan dulu. Dengan bekal 80% itu, porsi 20% nya akan mulus lancar inshaallah. Anak-anak sekolah alam itu biasanya kalau dilepas di suatu tempat dia punya mental yang oke untuk cari jalan pulang sendiri.


Slow but sure. Buat orangtua yang nggak sabaran sih bakalan nanya trus. Udah belajar apa? Kok nggak belajar sih? Cuy please, hal kecil yang menurut kita orang dewasa nggak matters itu buat anak kecil berarti sekali. Lebih cepat tidak berarti lebih baik. Aku berharap, saat orangtua Kin tua dan renta nanti, Kin bisa sabar menghadapinya sebagaimana kami berusaha sabar mendidiknya.

“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Menurutku ini alasan orang jaman dulu bisa pinter tapi mentalnya baja. Masa eksplore dunia di masa kecilnya terfasilitasi dengan baik oleh alam, tanpa intervensi akademik yang bikin kepala mumet. Bisa kita lihat gen Z yang dibilang pinter tapi banyak yang komplain katanya bermental lemah. Karena apa? Karena pressure akademik yang tinggi sementara pleasure explore di masa kecilnya nggak difasilitasi. Dituntut belajar, belajar, belajar. Gimana nggak kena mental. 

Anak SD kelas 6 di sekolah alam tuh punya project biasanya untuk kelulusan. Ngeri, udah macem syarat lulusku di sekolah kejuruan SMK aja dulu 😂. Makanya cuma butuh sabar untuk membersamai anak dan fasilitasi tools sesuai umurnya.


Bagian depan sekolah yang bebas dari pedagang

Tentu banyak lagi ya penawaran yang sekolah Kin berikan. Kalau ditulis semua rasanya terlalu panjang. Next artikel saja aku tuliskan dalam bentuk testimoni setelah Kin mengalaminya sendiri. Tapi diantara semua itu ada beberapa pertimbangan lainnya yaitu :
  1. Regulasi makanan. Semua anak hanya mengkonsumsi bekal dari rumah atau ikut catering sekolah (jika mau). Jajanan kemasan dan ultra proses diharapkan tidak dibawa ke sekolah plus tidak boleh membawa uang jajan. Kita tidak akan bisa menemukan pedagang di area depan sekolah. Ini benar-benar menenangkan hatiku sih. Nggak papa deh pusing mikirin bekal, dari pada pusing Kin batuk, pilek, asma, diare karena jajanan.
  2. Environment. Area sekolah yang didominasi tanah dan jalanan yang nggak rata, banyak pohon, ada kolam dan binatang peliharaan untuk anak eksplor. Environment seperti ini yang aku cari, mengingat tinggal di kompleks itu akses ke alamnya terbatas. Semua serba aspal dan beton. Nggak ada pohon yang bebas dipanjat atau kubangan untuk dikorek-korek. Sedih sih dibandingkan jaman kecilku dulu. Dulu biarpun sekolah di SDN, pulang sekolah tuh ratusan meter area di belakang rumah nenek yang masih hutan bisa aku eksplor. Setiap hari gali-gali tanah nyari fosil, manjat pohon, nyari jamur di batang kayu bakar nenek, ngambil ulat di daun pisang, nangkap ikan, everyday is stimulation day 😀
  3. Pakaian nyaman. Sekolah tanpa seragam dan sepatu. Jadi anak bisa menggunakan pakaian ternyaman mereka selama menutup aurat. Dengan sandal, anak jadi mudah melepas alas kaki untuk menginjak tanah langsung. Apalagi laki-laki ya, survival skill nya harus jalan, nggak bisa tuh jijikan, nggak mau nginjek tanah, nggak mau kena lumpur. 
  4. Guru laki-laki. Karena anakku laki-laki, aku ingin memberikan guru dengan gender yang sama untuk Kin. Karena kalau di rumah Kin itu kan banyak bersama ibunya, teman di area rumah juga banyak perempuan, guru ngaji pun perempuan. Beruntung sekali bisa menemukan sekolah dengan guru laki-laki (nggak banyak lho laki-laki yang bersedia menjadi guru TK dan SD). Seingetku guru TK ku perempuan semua dan guru SD ku yang laki-laki hanya guru olahraga.
  5. Bonus : jalanan ke sekolah Kin itu penuh pohon di kanan kiri. Areanya ramai tapi nggak macet.

Kata kunci : siap menjadi orangtua

Peduli terhadap alam adalah salah satu poin yang aku highlight. Aku tuh suka sedih melihat lapangan basket dan taman bermain di kompleks yang penuh sampah. Rasanya anak-anak tuh hanya di suruh sekolah dan les berbagai macam tapi tidak diajarkan PEDULI sama lingkungan sekitar. Sesimple membuang sampah pada tempatnya 🥲.

Meeting Lesson Plan - 21 Juli 2024

Saat meeting lesson plan kemarin, aku ter-WOW dengan cara belajar yang diterapkan. So much fun, kalau kata Blippi. Jadi anak tuh akan belajar learning by doing, not text book.  Sekian perjalanan Ibu-Ayah Kin dalam menghantarkan Kin memasuki dunia sekolahnya. Semoga Allah ridho dan mudahkan tugas kami menjalankan amanahNya dalam mendidik Kin. Aamiin Allahumma Aamiin.